Siapa

Semua orang berebut pergi untuk istirahat makan siang. Hanya aku yang tetap tinggal. Bunyi satu-satunya mesin pendingin lawas yang ada di dalam ruangan biasanya tak terdengar. Gumamann si mesin tua itu teredam diskusi atau gelak tawa kolega. Namun siang ini ia meraung seperti sedang protes ingin punakarya.

Tutup kotak bekal plastik yang ibu bawakan buatku kuletakkan sekenanya. Hari ini ibu bikin sup jagung manis dengan ayam. Aduh enak betul kelihatannya. Aku tidak pernah bisa bilang tidak untuk menu yang satu ini.

Tapi kali ini aku tidak sedang ingin sup jagung dan ayam. Karena block note milik laki-laki itu membentang. Bolpoin yang selalu dipakainya berada tepat di atas lembaran yang terbuka. Dia sedang menulis. 

Aku menahan diri untuk tidak mencuri lihat apa yang tadi ia tulis. "Bukan urusanmu"hardikku pada diri sendiri. 

Aku pergi ke meja sepen sederhana di pojok ruangan untuk menyerbeti sendok yang hendak kupakai. Posisi meja laki-laki itu tidak dekat-dekat amat dengan meja sepen. Tapi aku harus melewatinya untuk sampai ke meja sepen.

Sambil menyerbeti sendok aluminium di hadapan meja sepen, hatiku gelisah. Terakhir kulihat ketika lewat tadi, block note itu tetap terbuka. Bolpoin yang selalu ia pakai juga masih ada di sana.

Tidak ada siapa-siapa. Meja-meja ditinggalkan yang punya. Di ruangan itu, hanya ada aku saja.

Dadaku berdegup gugup.
Bolpoin yang biasa ia pakai, kusingkirkan.
Bola mataku menyusuri kata demi kata.
Sajak buatannya sederhana. Empat bar saja. 
Tapi kepiluannya jelas terasa.

Kepalaku menerka-nerka. Ini tentang siapa?

Comments

Popular Posts